"Ah, dia sih bisa, dia ahli, dia punya jabatan, dia berbakat dsb, Lha saya ini apa ?, wah saya nggak bisa deh.
Dia S3, lha saya SMP, wah nggak bisa deh. Dia punya waktu banyak, saya sibuk, pasti nggak bisa deh".
Penyakit ini seperti kanker, tambah besar, besar di dalam mental diri sehingga bisa mencapai "improper guilty feeling".
Diatas itu kutipan dari email teman yang diforward dari sebuah millist. Aku senyum-senyum aja sewaktu baca itu, jujur terkadang aku juga pernah berdalih seperti itu, saat di tunjuk jadi panitia atau pengurus organisasi, di kampus waktu kuliah dulu atau di kantor.
Mungkin aku ngga sendiri, ada banyak orang yang mengalami hal itu, menurut ahli psikologi, itu disebut-sebut sebagai penyakit malah. Penyakit mental. Secara fisik penderitanya mungkin ngga merasakan sakit apapun, tapi dari banyak segi yang lain ternyata itu mempengaruhi hampir seluruh hidupnya. Karena katanya, kebanyakan penderita penyakit ini -maaf- biasanya jauh dari kemapanan secara ekonomi dll. (Termasuk aku sekarang masih miskin, padahal ada temanku yang seumuran sudah berhasil menjadi pengusaha sukses.)
Aku emang bukan peneliti, soal topik yang inipun aku ngga punya data & fakta yang akurat, tapi aku pernah ngobrol dengan temanku yang sudah sukses sebagai pengusaha, ternyata dia ngga terjangkiti penyakit mengasihani diri sendiri ini, dia selalu optimis dalam segala hal. Jarang sekali/ malah ngga pernah menghindar dari tanggung jawab yang lebih besar. Itu tantangan katanya.
Mungkin aku bisa menuliskan kesimpulanku sendiri, ternyata yang membuat aku belum berkembang lebih sering adalah diriku sendiri yang tidak ingin mengembangkan potensi yang sebetulnya kumiliki belum mencoba tapi udah merasa gagal. Karena temenku yang sukses sebagai pengusahapun bukanlah superman, dia sama sepertiku. Hanya dia punya optimisme & tau potensi yang dia miliki. Ngga pernah ngerasa gagal sebelum mencoba.
So, mungkin daripada sibuk mengasihani diri sendiri, lebih baik merubah sedikit pola pikir kita, mengganti hal negatif tentang kita,
"Dia bisa, dia ahli, dia punya jabatan, dia berbakat dsb, saya juga bisa ahli, punya jabatan.
"Dia S3, kalau saya SMP apa lantas jadi ngga bisa? Dia punya waktu banyak, saya sibuk, tapi waktu yang kita punyai sama-sama 24jam, berarti saya juga bisa."
.